Survey Papan Gypsum Pilihan Pengembang :
Brand awareness merek lawas terlanjur kuat, sehingga perlu waktu bagi merek-merek lain untuk meyakinkan pasar.
Brand awareness merek lawas terlanjur kuat, sehingga perlu waktu bagi merek-merek lain untuk meyakinkan pasar.
Sama dengan semen, papan gipsum yang terbuat dari kapur
ditambah bahan aditif lain memiliki karakteristik seragam sehingga orang
sukar membedakan kualitas produk yang satu dengan yang lain. Bentuknya
berupa lembaran berukuran 1,2 x 2,4 m selain ukuran customized,
tebal 9 – 15 mm, dan warna putih atau abu-abu. Karena itu pengalaman dan
referensi pihak yang lebih ahli seperti kontraktor sangat menentukan
pilihan developer.
“Kita bertahan dengan dua merek gipsum yang sekarang
karena dari pengalaman hasil aplikasinya stabil, tidak melendut,” kata
Harimurti, Manager Operasional perumahan Puri Botanical Residence,
Jakarta Barat. Hal senada diutarakan Agus Rachmanto, Supervisor Teknik
perumahan Puri Grisenda, Jakarta Utara, dan Alexander Mulyoto,
kontraktor yang juga developer perumahan Sawo Griya Kencana Depok, Jawa
Barat.
“Sulit juga menjawab kenapa kita pakai Jayaboard.
Mungkin karena kebiasaan saja. Kita sudah pakai sejak masih mengerjakan
perumahan Bali View di Ciputat. Sejauh ini tidak ada masalah. Papan
tidak mudah jamuran terkena cipratan air, dan tidak melengkung. Karena
itu saat mengembangkan perumahan sendiri di Depok kita pakai produk itu
juga,” tutur Alex.
Menurut Agus, papan gipsum rentan terhadap air. Karena
itu kekuatannya ditentukan oleh kualitas kertas yang melapisinya. Kalau
kertasnya kurang bagus, air cepat terserap, gipsum berjamur, mengembang
atau melengkung dan cepat bolong. “Jayaboard banyak dipilih karena
kualitas kertasnya bagus. Begitu pula Elephant. Suplainya juga kontinyu
dan produk mudah diperoleh,” katanya.
Knauf dan papan gipsum lain boleh jadi tidak kalah bagus. Tapi, brand awareness-nya belum sekuat kedua merek lawas itu. Jadi, masih perlu waktu bagi merek-merek baru itu untuk meyakinkan pasar. Karena itu ia menilai tepat langkah Knauf membangun brand image dan memperluas jaringan distribusi.
“Dengan cara itu Knauf bisa jadi alternatif. Apalagi,
harganya lebih kompetitif,” lanjutnya. Ia mengakui, memilih Jayaboard
berdasarkan referensi kontraktor, karena Jayaboard dan juga Elephant,
adalah pemain lama dan produknya banyak dipakai perumahan menengah atas.
“Kita nggak berani ambil risiko karena kalau plafon bermasalah,
pemasaran rumah akan terganggu,” ujarnya.
Sami Miettinen, Direktur PT Premier Indonesia, developer asal Perancis yang banyak mengembangkan perumahan menengah atas di Jakarta dan sekitarnya, menyatakan, komitmen produsen terhadap kepastian suplai dan kualitas produk dalam jangka panjang memang sangat menentukan pilihan developer. Terlebih bagi Premier yang memberi garansi setahun setelah rumah diserahterimakan.
Selain itu harga yang ditawarkan sesuai dengan kualitas produk. “Kalau ada dua produk yang setara kualitasnya, developer pasti pilih yang lebih murah,” kata Jatmiko Arif Bibowo, Project Manager Taman Semanan Indah, Jakarta Barat, yang memakai Elephant. Hanya kadang tidak ada kesamaan pendapat di antara developer mengenai harga itu, tergantung deal masing-masing dengan produsen/distributor. Produsen pun tidak mau terbuka menyebut harganya saat diwawancarai.
Alex misalnya, menyebut harga Jayaboard lebih murah dan karena itu memilihnya. Sebaliknya Jatmiko menyatakan, dengan kualitas setara harga Elephant lebih kompetitif dibanding Jayaboard. “Kita sudah lama pakai dan jarang ada masalah,” ujarnya. Sementara Agus mengungkapkan, ia memilih Knauf sebagai alternatif bila tidak ada Jayaboard, karena kualitasnya setara dan harganya lebih murah.
Cepat diterima
Jayaboard dan Elephant memang sangat mendominasi pasar
papan gipsum di kalangan developer. Dari 100 perumahan menengah dan
menengah atas di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek) yang disurvei, sebanyak 33 perumahan memakai Jayaboard, 14
memilih Elephant, 10 kombinasi Jayaboard dan Elephant, tujuh GRC board,
lima Knauf, tiga Pro Art, sisanya merek-merek lain seperti Kalsiboard,
Starboard, dan kombinasi berbagai merek tersebut.
Dengan kata lain Jayaboard dan Elephant menguasai hampir 60 persen pangsa pasar papan gipsum. Jayaboard unggul di semua wilayah secara dominan kecuali di Bekasi. Di sini Jayaboard dan Elephant masing-masing dipilih tiga dari 13 perumahan yang disurvei. Sedangkan di Jakarta Jayaboard dipakai tujuh dari 17 perumahan, di Bogor delapan dari 24 perumahan, di Depok empat dari 14 perumahan, di Tangerang 11 dari 32 perumahan.
Sementara Elephant dipakai satu perumahan di Jakarta,
lima perumahan di Bogor, dua perumahan di Depok, dan tiga perumahan di
Tangerang. Yang cukup fenomenal Knauf, karena dalam waktu relatif cepat
bisa diterima di banyak perumahan baik secara tunggal atau sebagai
alternatif Jayaboard/Elephant.
Menurut Sutanto, Project and Technical Manager PT
Siam-Indo Gypsum Industry, produsen Elephant, produknya banyak dipakai
karena kekakuan dan kekuatannya: padat, tidak banyak berpori, tidak
mudah rusak bila terbentur, dan tidak gampang berbercak. Daya rekat
kertas pelapis dan gypsum core-nya tidak mudah terkelupas bila disobek. Kertasnya pun tidak molos
saat disekrup. “Biasanya gipsum berkualitas memiliki standar di
brosurnya, seperti British Standard (BS) atau American Society for
Testing and Materials (ASTM),” katanya.
Sedangkan kekakuannya terlihat saat ditumpuk. Papan
gipsum terlihat lebih rata. Elephant memberikan garansi bebas cacat
terhadap setiap produknya, serta layanan teknis perhitungan kebutuhan
dan pemasangan. Elephant juga mengadakan aktivitas presale ke
proyek-proyek perumahan dan properti lain. Bahkan, untuk beberapa proyek
besar dilakukan MoU guna menjamin suplai dan kepastian harganya.
Produk tersedia dalam berbagai tipe. Yang banyak dipakai
developer Elephant tipe standar (tebal 9 mm) berwarna putih. “Sekitar
90 persen developer memakai tipe itu karena memang itulah yang kita
rekomendasikan untuk plafon. Lebih ringan, mudah dibentuk, dan harga
lebih ekonomis. Aplikasi papan gipsum terbesar kan masih di plafon,”
katanya.
Pemahaman terbatas
Hal senada diungkapkan Dwi Ananda Marta, Technical
Support Officer PT Knauf Gypsum Indonesia. “Yang paling disukai tipe
standar karena pemahaman konsumen masih terbatas soal material dan
konstruksi papan gipsum,” katanya. Knauf baru resmi beroperasi di
Indonesia sejak Maret 2003, dibanding Jayaboard (Indonesia) dan Elephant
(Thailand) yang sudah berdiri sejak 1990-an.
Meskipun demikian induk Knauf di Jerman sudah eksis sejak 1932. Karena itu Knauf pede
bersaing dengan kedua merek lama itu. Agar cepat diterima pasar,
termasuk proyek perumahan, menurut seorang kontraktor di Bintaro,
Jakarta Selatan, yang banyak membangun rumah tinggal, Knauf menerapkan
strategis pricing. “Kualitasnya setara dengan Jayaboard dan Elephant tapi harganya lebih murah,” katanya.
Misalnya, harga Elephant tipe standar (tebal 9 mm)
sekitar Rp 55 ribuan/lembar, Knauf lebih murah antara Rp2.000 – Rp3.000
per lembar. Knauf juga intens menggarap proyek perumahan sehingga brand image-nya
cepat naik. “Untuk ritel dijual per lembar, untuk proyek per meter
persegi,” kata Dwi sembari menambahkan, Knauf terbuat dari bahan baku
alami yang aman bagi kesehatan, mudah diaplikasikan, bahan lebih ringan,
dan finishing lebih rapi.
Kualitasnya bisa dilihat secara visual dari konsistensi lembaran papan yang rata. Menurutnya, ke depan papan gipsum akan makin menjadi pilihan karena harga plywood makin mahal. Apalagi, papan gipsum tidak mudah terbakar yang memberi waktu penghuni menyelamatkan diri, dan fleksibel diaplikasikan.
Bila ada yang rusak, tidak perlu mengganti seluruh
lembaran, tapi cukup bagian yang rusak dengan dikompon (diplaster).
Hasilnya rapi tanpa retakan. Baik Knauf, Jayaboard, maupun Elephant
menyediakan papan gipsum untuk aplikasi khusus seperti untuk daerah
basah atau lembab, untuk ruang kedap suara, dan untuk daerah yang rawan
benturan
Sumber : housing-estate
Sumber : housing-estate